Kutatap
wajahnya lekat... Setengah tak percaya, kuamati raut tanpa ekspresi itu...
Datar dan tenang... Tiada gejolak apapun yang mampu ketemui di sana. Seperti
biasanya...
Kemudian, senyum tipisnya mulai menyadarkanku tuk segra melepaskan pandangan penuh tanyaku...
"Sejak kapan Bas? Kenapa kamu gak pernah cerita-cerita...???"
Beribu tanya serasa berterbangan keluar dari tenggorokanku mengalahkan rasa penasaran dan keherananku.
==========
Bagaimana aku tak tersentak, saat Nini, bunda Sonny sahabat kami, menyambut kedatangan kami dengan sebuah pernyataan "Nih...Baskoro, teman kalian, sekarang duren lhooo.. duda keren!!!"
Semua yang hadir saat itu, Khairi, Deddy, Zizi dan aku, kecuali Sonny tentunya, terbengong-bengong dan saling melempar pandang penuh tanya.
Zizi memandangku dengan penuh rasa ingin tahu, seolah-olah aku sebagai orang yang paling sering berhubungan dengan Baskoro, tahu soal status duren sahabat kami ini.
Sontak
kuangkat bahu, pertanda bahwa akupun baru tahu saat itu.
==========
Sekali lagi kuungkapkan rasa penasaranku ke Baskoro lewat inbox...
"Kenapa kamu gak cerita-cerita?", lontarku.
"Cerita apa Sandraaa?", balasnya.
"Tentang statusmu durenmu itu! Baru beberapa bulan yang lalu kita diskusi masalah alasan orang menikah dan penyebab perceraian, ternyata kamu mengalaminya. Tapiii... kenapa kamu gak bilang-bilang seh?", cecarku.
"Duh Sandra... biarin dong aku menyimpan urusan itu buat aku sendiri. Males ah ngomonginnya, lagian yang penting kan sekarang dan masa depan. Aku dan mantanku baik-baik aja koq, kami tetap berteman baik, juga demikian aku dan Sandra, akan selalu jadi temen yang baik khaaaan....", kilahnya
"Aih, muaniez ya cara ngelesnya", ledekku, akhirnya...
==========
Aku dan Baskoro...
Kami bersahabat kala masih berseragam putih biru. Setiap kali berpapasan di koridor sekolah, aku selalu menggodanya. Setelah tersenyum sesaat, diapun segera berlalu. Hihihi... lucu sekali mengenang saat-saat itu..
Lama kami terpisahkan oleh jarak dan waktu, hingga duapuluh lima tahun kemudian....
Suatu siang, medio April tiga tahun yang lalu, tiba-tiba kudapati sapaan di fesbukku dari seseorang yang pernah mewarnai masa remajaku...
"Hallo Sandra... akhirnya kita ketemu juga...", sapanya
"Hallo Baskoro. Wah kamu sekarang tambah cabi ya?", balasku senang, setelah tahu ternyata yang menyapaku Baskoro, sahabat yang telah menghilang sekian lama.
Sejak
saat itu, kamipun kembali akrab dan sering berdebat tentang berbagai hal...
==========
Suatu saat kami terlibat diskusi serius tentang definisi
pernikahan, yang akhirnya berkembang ke penyebab perceraian...
"Bas...menurut kamu, apa sih yang dimaksud pernikahan dan apa tujuan kita menikah? Terkadang aku suka mikir, apa ya alasan orang lain menikah? Apa kerna cinta? Trus cinta itu apa? Atau kerna mengejar status 'telah menikah'?, atau kerna apa yaaa??", tanyaku, memulai topik diskusi kami.
"Tiap orang alasannya beda-bedalah. Apa gunanya mikirin alasan nikah? Dibahas juga gak akan abis-abis khan?", balasnya.
"Trus, kalau pasangan itu di tengah jalan mengalami ketidakcocokan alias berantem melulu, gimana donk? Apa kudu ngejalani kehidupan bak dalam neraka selamanya?", kejarku.
"Prinsipnya kan setiap hal bisa diselesaikan,
tergantung niat. Kalau gak ada niat, semua hal juga gak akan selesai.
Tinggal cara penyelesaiannya aja yang kadang menuntut pelepasan dari
semua ego. Dan itu khan yang gak gampang.", balasnya kemudian.
"Katanya, orang yang sudah siap nikah, berarti sudah dewasa dan sudah mampu mengendalikan egonya. Tapi kenyataannya, banyak orang yang mengaku sudah dewasa, bahkan sudah uzur, masih emosional, sedang di sisi lain ada yang masih muda belia, tetapi sangat bijak", cecarku semakin penasaran.
"Aku pikir, dewasa atau tidak, sangat relatif. Banyak orang dewasa cuma dilihat dari umur. Jadi kesimpulanku 'Jika (sudah bisa mengendalikan ego), maka (sudah dewasa)' dan bukannya 'Jika (sudah dewasa), maka (bisa mengembalikan ego)'. Itu baru premis yang cocok dengan konklusinya...", urainya panjang lebar...(wah, Baskoro benar-benar dosen teladan, nerangin sahabatnyapun pakai teori ilmiah...hehehe)
"Hmmm... brarti, klo ada yang divorce, itu tandanya mereka lom bisa mengendalikan egonya yaa??", kejarku lagi
"Wah, ini logika yang muter dan gak akan ada habisnya. Kalau gak ada kesamaan ide, kenapa divorce. Kalau alasan divorce adalah masalah ego, tentunya konklusi yang ditulis bisa benar. Tapi divorce mungkin punya kandungan masalah lain yang tidak dikategorikan masalah pengendalian ego.. Mungkin ada divorce karena dipaksa karena lingkungan menghendaki, misalnya saja keduanya dipaksa terpisah karena jarak dan waktu. Kalau yang ini khan tidak ada masalah sama urusan ego. Atau apa yaaa... misalnya masalah agama, atau keluarga, atau hal lain yang belum tentu masalahnya adalah ego. Walau kalau dihubung-hubungkan, kali saja bisa berhubungan. Sulit sekali mengukur divorce, kalau ukurannya hanya soal ego. Eh., itu pikiranku yaaa...", ulasnya kembali..
"Wah, ini logika yang muter dan gak akan ada habisnya. Kalau gak ada kesamaan ide, kenapa divorce. Kalau alasan divorce adalah masalah ego, tentunya konklusi yang ditulis bisa benar. Tapi divorce mungkin punya kandungan masalah lain yang tidak dikategorikan masalah pengendalian ego.. Mungkin ada divorce karena dipaksa karena lingkungan menghendaki, misalnya saja keduanya dipaksa terpisah karena jarak dan waktu. Kalau yang ini khan tidak ada masalah sama urusan ego. Atau apa yaaa... misalnya masalah agama, atau keluarga, atau hal lain yang belum tentu masalahnya adalah ego. Walau kalau dihubung-hubungkan, kali saja bisa berhubungan. Sulit sekali mengukur divorce, kalau ukurannya hanya soal ego. Eh., itu pikiranku yaaa...", ulasnya kembali..
==========
"Atau ada hal menarik yang Sandra mau cerita yaa?",
tanyanya kemudian.
"Aku
hanya prihatin saja, koq akhir-akhir ini tingkat perceraian semakin
tinggi. Alasan utama, gak ada kecocokan. Lha waktu niat kawin dulu,
bukannya karena merasa cocok, terus menikah? Kasihan kan nasib anak-anak
korban divorce, dikarenakan orangtuanya gak dewasa dan lebih mementIngkan diri
sendiri!", cecarku masih penasaran.
"Soal gak cocok, ya wajarlah. Dimana-mana orang
makin kenal setelah bertahun-tahun dekat. Jadi tahu mana yang cocok, mana
yang gak cocok. Tinggal masalah, mau ngalah atau gak ngalah. Tapi
anak-anak, sebenernya tergantung ortu juga. Kalau ortunya bener, walau divorce,
anak-anaknya tetap baik, sebab ortu bisa ngasih masukan ke si anak. Ortu gak
divorce juga, banyak anak yang brokenhome. Jadi masalahnya bukan divorce atau
gak divorce. Tapi bagaimana si ortu ngasih masukan yang benar ke si anak. Gitu yang aku pikirin", ulasnya panjang lebar.
==========
Itulah sepenggalan diskusi seru kami soal pernikahan dan perceraian... Sungguh tak pernah terbayangkan dalam benakku, bahwa sahabat dekatku ini mengalami secara langsung peristiwa yang tidak diinginkan oleh semua pasangan yang telah sepakat untuk menempuh hidup bersama selamanya.
Betapa pintarnya Baskoro menyimpan semua cerita dukanya sendiri... Yaaa... itulah kepribadian Baskoro, sosok yang selama ini kupikir telah kukenal degan baik, ternyata masih menyimpan berjuta misteri...
==========
RaDal (21'08'12-23'10)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar