Mutung alias ngambek alias purik (kata
orang jawa timur) biasanya dilakukan sebagai aksi protes terhadap sesuatu hal
yang dirasa dan dianggap kurang berkenan oleh seseorang.
Cara mengungkapkannya bisa beragam. Ada yang kalau lagi mutung diam seribu basa, ada
yang mengunci diri di kamar, ada yang marah-marah hingga menangis, ada yang kabur
dari rumah bahkan ada yang membunuh anak-anaknya atau bunuh diri dengan
mengikutsertakan anak-anaknya (masih ingat berita seorang ibu di bandung yang
tega membunuh tiga orang buah hatinya yang masih kecil atau berita tentang
seorang ibu yang nekad bunuh diri dengan balitanya beberapa waktu yang lalu).
Mutung bukan hanya melanda anak kecil kala permintaannya
tidak dipenuhi, remaja ABG kala tidak bersesuaian paham dengan orangtuanya atau
pasangan suami istri saja, tetapi mutung juga sering melanda para wakil rakyat
kita di gedung dewan yang terhormat hingga ke pejabat negara.
Kali ini saya akan membahas mutung yang sering dilakukan para
istri untuk memprotes suaminya.
Jika ditarik benang merah dari beberapa kasus yang saya amati,
ternyata persoalan terbesar adalah masalah nafkah keluarga, selain masalah
asmara tentunya. Di satu sisi suami tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarga sehingga si istri harus ikut banting tulang, namun di sisi lain mereka
tetap harus bertugas fulltime sebagai ibu rumahtangga yang mengurusi
tetekbengek rumah hingga menemani anak-anaknya belajar. Seringkali seorang
istri bahkan tidaksempat memikirkan dan mengurus dirinya sendiri lagi. Semua waktu, pikiran, tenaga dan dana
tercurah untuk kebahagiaan anak dan suami semata.
Jika emosi sedang memuncak, ada yang meluapkannya dalam
bentuk protes lisan, tulisan atau tindakan. Yang terparah tentu lisan dan
tindakan. Jika hati sedang marah, hanya
setanlah yang bersemayam, segala sumpah serapah bisa terlontar tanpa kendali.
Salah satu tindakan terjauh seorang istri yang lagi mutung
adalah pergi meninggalkan rumah, sehari, dua hari, seminggu bahkan berbulan
dengan harapan suami akan mengalah untuk menyusul dan meminta maaf. Namun suami tentu mempunyai gengsi tersendiri
untuk melakukan hal yang dianggapnya merendahkan harga dirinya itu (bukan
maksud mengemis cinta loooh…tapi mengalahlah wahai para suami untuk memenangkan
keutuhan rumahtangga).
Seandainya para suami mau berempati dengan segala kesibukan
dan kesulitan istri, mau sedikit membantu meringankan beban pekerjaan
rumahtangga yang tidak akan pernah ada habisnya itu (semisal memandikan si
balita), mau mendengarkan sedikit keluh kesah istri (pura-pura ndengerin juga sudah
bisa membuat beban istri berkurang lho), atau mengerjakan sendiri hal-hal kecil
yang juga dapat dicontoh oleh putra-purinya (meletakkan segala sesuatu pada
tempatnya), tentulah tidak akan pernah terjadi kasus mutung yang berkelanjutan
hingga bunuh diri….
Aah…seandainya para suami berakhlakkan Rasulullah saw, seperti
hadits-hadits yang diriwayatkan ummul mukminin Aisyah ra:
Hadits “Al-Aswad
bertanya kepada Aisyah, “Apakah yang dikerjakan Rasulullah saw, di rumah?”
Dia menjawab , “Beliau biasa di dalam
tugas sehari-hari keluarganya, yakni melayani keluarganya maka apabila telah
tiba waktu sholat, beliau keluar untuk menunaikan sholat” (HR Bukhari)
Hadits “Aisyah ditanya, “
Apakah yang dikerjakan Rasulullah di rumah?” Dia menjawab, ”Adalah
Rasulullah saw membersihkan terompahnya, menjahit bajunya dan mengerjakan apa
yang kami kerjakan…” (HR Ibnu Syakir)
Hadits “Aisyah ditanya,
“ Apakah yang dikerjakan Rasulullah di rumah?” Dia menjawab, “Beliau adalah
seorang manusia biasa, membersihkan pakaian-pakaiannya, memerah susu
kambingnya, dan melayani dirinya.” (HR Akhmad)
Wallahu’alam bish showab…
(RaDal, 8’12’11-02.02.02)
Nampaknya itu kebiasaan suami2 di Indonesia, coba kalau kita nonton film2 barat, para suami masak juga, nyuci juga, momomg anak juga .......
BalasHapusPadahal umumnya mereka, ndak kenal Rasulullah ya....
Apa yang salah ya???? Ayo para suami dan para bapak ........ cari duit jalan terus, belajar agama jangan ditinggal ......