Rabu, 26 Oktober 2011

“duh...SEANDAINYA AKU MENJADI….”


“Aku capek…aku ingin seperti kalian, para ibu rumahtangga sejati yang bisa nganterin anak-anaknya ke sekolah setiap hari, nungguin mereka di sekolah, njemput mereka, nganterin les dan selalu bersama mereka setiap saat.  Pokoknya bisa memantau perkembangan mereka, melihat kebisaan-kebisaan yang mereka lakukuan dari hari ke hari…. Ah..alangkah nikmatnya.”

“Tidak seperti aku saat ini, yang harus bangun jauh sebelum subuh, tergopoh-gopoh menyiapkan segala sesuatu, pagi buta berangkat ke kantor dengan terburu-buru, sesampainya di kantor masih dipusingkan dengan berjibunnya pekerjaan yang gak habis-habis, pulang ke rumah di saat matahari sudah terbenam, eh masih harus mengerjakan aneka pekerjaan layaknya PRT, karena aku tak mampu menggaji seorang asisten tuk meringankan pekerjaan domestikku. Mana sempet nemenin anak-anak bikin PR dan maen bersama, karena aku pulang di saat mereka sudah terlelap dan berangkat di saat mereka masih dibuai mimpi.  Ketemu anak-anak hanya sabtu-minggu, itu juga kalo sabtu aku gak dapet jatah masuk… Duh…SEANDAINYA AKU MENJADI….”
   
        
“Maaassss, naruh tasnya jangan asal dilempar begini donk…. Adeeeekkk… ganti baju seragamnya, kembalikan sepatu ke tempatnya, terus cuci tangan pake sabun! Lihat… ibu sudah siapkan jus alpukat dan martabak manis kesukaan kalian….”, teriakanku membahana di sore yang terasa masih terik, seusai menjemput anak-anak dari sekolahan mereka.  Anak-anakku, walau sudah pada besar, tapi masih saja harus selalu diingatkan.

Setiap hari, seusai sholat subuh, tanpa sempat berzikir panjang, aku sudah harus berjibaku di dapur, menyiapkan sarapan sekaligus bekal makan siang anak-anak dan suamiku. Mengantar dan menjemput mereka ke sekolah, belanja sayur, masak, nyuci baju dan piring, beberes rumah, nggosok baju…

Aahhh.. hari-hari yang melelahkan…. Rutinitas harian yang membosankan… Kapan aku sempat jalan-jalan? Ke mall…Ke salon? Gaul dengan teman sebaya?? Kalau tiap hari aku harus berhadapan dengan setumpuk pekerjaan rumah, tubuhku selalu bau aneka bumbu, rambutku acak kadut, wajahku berminyak gak keru-keruan. Area jelajahku hanya seputaran dapur, sumur dan kasur. Belum lagi kepusinganku semakin memuncak kala mengatasi kenakalan anak-anak, melihat kondisi rumah yang selalu berantakan walaupun sudah kubereskan berulangkali.  Benar-benar menguras tenaga dan pikiran…  Duh…SEANDAINYA AKU MENJADI….”

Kisah di atas, adalah cerita nyata yang kemungkinan besar bahkan dialami oleh kita sendiri, entah sebagai si A yang seorang wanita pekerja, atau sebagai si B yang notabene hanyalah seorang ibu rumahtangga sejati… Semuanya sama-sama mengalami manis-getirnya kehidupan berumahtangga, sambil berkarya di lahannya masing-masing.

Si A, berkarya di kantor untuk mendapatkan imbalan yang terkadang hanya pas-pasan, pas untuk ongkos transport dan uang makan, sehingga kalau tidak pintar-pintar memilih sarana transportasi dan membawa bekal sendiri, jangan harap di akhir bulan ada dana tersisa tuk tabungan atau sekedar memanjakan diri yang lelah terforsir setiap hari.

Sedang si B, berkarya di area seputaran rumah saja, dengan hanya mengandalkan penghasilan suami yang terkadang juga secukupnya, cukup untuk makan dan biaya sekolah anak-anak, tapi tidak cukup untuk ditabung apalagi untuk piknik dan jalan-jalan bersama keluarga.  Setiap mikir cicilan rumah dan kendaraan saja, hatinya sudah deg-deggan… Kalau bukan karena kepiawaiannya mengelola uang belanja dan keahliannya mengolah makanan,  mana mungkin keluarganya dapat menikmati aneka menu resto yang menggiurkan setiap harinya??

Dua kasus, dengan dua latar belakang yang berbeda, namun mempunyai satu kesamaan, satu benang merah.  Mereka sama-sama mengeluh dan membayangkan, seandainya diri mereka berada pada posisi sebaliknya… “Duh…SEANDAINYA AKU MENJADI….”, tanpa mereka sadari bahwa dibalik keinginan tersebut, terdapat konsekwensi yang akan dihadapi, hingga bisa jadi juga pada akhirnya akan keluar keluhan yang sama namun dalam format sedikit berbeda dari sebelumnya… ”Duh…SEANDAINYA AKU tidak MENJADI….”

Itu baru dua kasus serupa tapi tak sama. Coba simak cerita seorang ibu yang lainnya, si C.  Dia adalah seorang wanita karier yang cukup sukses, mempunyai dua orang anak dan selusin asisten yang siap setiap saat. Hobinya membaca, menulis dan travelling.  Di sela-sela waktu kerjanya, dia mencurahkan seluruh uneg-uneg yang ada di pikirannya.  Terkadang ia menulis catatan perjalannnya yang seringkali menginspirasi teman-temannya bahkan membuat iri beberapa teman lain yang kurang seberuntung dirinya. Apakah di dalam pikirannya tidak pernah terlintas kata-kata “Duh…SEANDAINYA AKU MENJADI….”??                     

Atau si D, seorang ibu rumahtangga sejati, namun juga mempunyai selusin asisten yang setia setiap saat (bukan iklan bedak BB lho yaa…). Dia hanya dikaruniai seorang putri yang sudah beranjak remaja. Kehidupannya cukup mapan. Dibekali sebuah mobil mewah oleh suaminya, setiap hari kerjaannya hanya mengantar dan menjemput putri semata wayangnya, mengantar ke sekolah, ke tempat les musik, les bahasa, les balet.. dan aneka les-les lainya… Di sela-sela waktu mengurus putrinya, ia bersosialisasi dengan teman-teman sosialitanya, shopping dan window shopping dari mall ke mall, nongkrong di café anu, ngerumpi di resto ono, sarapan di hotel ene, atau hanya sekedar ngupi-ngupi di warung kopi franchise ternama, bahkan terkadang sudah terbang melintasi benua bersama teman-teman gaulnya…. Benar-benar keadaan idaman setiap wanita… Namun, Apakah di dalam pikirannya juga tidak pernah terlintas kata-kata “Duh…SEANDAINYA AKU MENJADI….”??                 

Temans…apapun kondisi kita saat ini, yang bisa jadi merupakan pilihan kita sendiri ataupun karena keterpaksaan, hendaklah kita syukuri.  Sebab dari rasa syukur, akan timbul keikhlasan, dari keikhlasan yang murni, akan timbul semangat.  Semangat untuk mencapai kondisi yang lebih baik, semangat untuk memberikan segala sesuatu yang lebih baik dan semangat tertinggi adalah untuk mencapai keridhoan Ilahi Robbi… Sebab segala sesuatu yang kita lakukan di dunia ini, hendaknya ditujukan sebagai ibadah…semua semata-mata dilakukan karena Allah, tiada yang lain. 

Sebagaimana janji Allah bagi hambaNya yang senantiasa bersyukur, akan diberikan nikmat yang lebih, lebih dan lebih lagi…. “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya azab Ku amat pedih” (QS Ibrahim,14: 7)

Insya Allah jika kita menyadari  hakekat kehidupan sebenarnya, mau menjadi apapun kita, itu merupakan hasil karya terbaik kita selama hidup di dunia. Buahnya dapat berupa anak-anak yang sholeh, pintar dan sukses di kehidupan duniawinya, keluarga yang sakinah-mawaddah wa rahmah, jenjang karier yang mencapai puncaknya, bisnis yang menggurita, atau sekedar menjadi istri sholehah dan ibu idaman bagi keluarganya…. Pokoknya…. “YOU ARE THE BEST…” (gak usah berandai-andai lagi yaaaaa….). Tujuan hidup kita kan hanya satu…. “Mardhotillah…. Mencapai Keridhoan Allah…

Bojongsari, 25 Oktober 2011
Salam… Teh AiSy
  

1 komentar:

  1. Memang betul, kalau kita hidup dengan angan2 org lain, maka akan membuat kia jadi capeeek deh. Akibatnya jauh dari rasa syukur kepada Allah yg telah memberikan kita kesempatan hidup dengan perannya masing-masing yg unik dan spesial...Be Yourself...Be Happy..Bersyukur setiap detik dalam setiap kesempatan

    (komen dari bu AnI)

    BalasHapus

voa-islam.com Headline Animator